BUDAYA ALOR
Minggu, 03 Maret 2013
0
komentar
TARI LEGO - LEGO
Tari
Lego-Lego merupakan tarian tradisional Suku Abui, suku yang mendiami
kampung tradisional Takpala, terletak di Kabupaten Alor, Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Tarian yang merupakan lambang kekuatan persatuan dan
persaudaraan warga Suku Abui ini dilakukan secara massal dengan
bergandengan tangan dan bergerkan secara melingkar.
Para
penari memakai busana adat, sementara rambut kaum perempuan dibiarkan
terurai. Di kaki para penari dipasang gelang perak yang akan memantulkan
bunyi gemerincing jika digerakkan. Tetabuhan gong dan gendang dari
kuningan atau moko mengiringi polah para penari yang bergerak rancak
sambil mengumandangkan lagu dan pantun dalam bahasa adat setempat. Tari
Lego-Lego dilakukan dengan mengelilingi tiga batu bersusun yang disebut
mesbah, benda yang disakralkan dalam tradisi Suku Abui. Biasanya,
Lego-Lego ditarikan selama semalam suntuk.
MUSEUM SERIBU MOKO
SEBANYAK
80-90 persen dari 355 item yang dipajang dalam museum ini merupakan
hasil koleksi seorang warga keturunan Cina di Kalabahi, Toby Retika.
Ketika dia memutuskan untuk meninggalkan Kalabahi, seluruh hasil
koleksinya itu diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Alor pada
September 2003. Misalnya, ada perahu naga, benda yang sangat penting dan
sakral, yang menjadi representasi nenek moyang yang datang menggunakan
perahu dan sekaligus tempat pelaksanaan upacara adat. Ada senjata busur
dan panah, tenunan daerah, serta koleksi unggulannya, yakni moko.
Inilah
museum, barangkali tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia, yang
satu-satunya berambisi mengoleksi moko dalam jumlah banyak. Sudah ada
satu moko paling besar dan 23 moko kecil. Berharap pada potensi budaya
suku-suku di Alor, museum ini berambisi mengoleksi moko hingga 1.000
atau lebih. Orang Alor menyebut moko sebenarnya tidak lain untuk menamai
nekara perunggu pada umumnya. Di museum ini satu-satunya moko yang
paling besar tadi malah disebut moko nekara, sedangkan moko-moko kecil
lainnya diberi nama berdasarkan ornamen atau hiasannya. Moko nekara
merupakan salah satu hasil kebudayaan perundagian (zaman perunggu) yang
digunakan masyarakat sebagai alat upacara. Nekara bertipe Heger I ini
ditemukan oleh Simon J Oil Balol di dalam tanah di Desa Kokar, Alor
Barat Laut, berdasarkan petunjuk mimpi. Jeskiel Nanggi, Kepala Museum
Seribu Moko, mengatakan, berdasarkan petunjuk mimpi itu, saat bangun
keesokan harinya, tepatnya 20 Agustus 1972, Simon menggali di tempat
yang telah dibayangkan dalam mimpi. "Ternyata mereka menemukan moko
nekara ini, lalu diangkat dengan sebuah upacara adat," katanya.
Berat
nekara itu belum pernah ditimbang. Dari fisiknya, moko ini didesain
menyerupai gendang atau tambur menurut sebutan masyarakat Alor. Bagian
atasnya datar atau rata, di tengah-tengahnya gambar bintang, dan di tepi
diberi pemanis berupa empat patung kodok (tetapi satu di antaranya
telah hilang). Di bagian badan terdapat empat telinga, yakni dua di
bagian kanan dan dua di kiri. Jeskiel tidak bisa menjelaskan makna moko
dalam desain seperti itu. Moko nekara ini digunakan untuk pesta-pesta
adat dan dijadikan semacam rebana atau induk gendang. Setelah penemuan
di Kokar tadi, sekitar tahun 1976, nekara dibawa ke Kupang untuk
dipajang di Museum Negeri Kupang. Akan tetapi, ketika Pemerintah
Kabupaten Alor berniat membangun museum khusus menempatkan moko sebagai
item unggulannya, nekara dibawa pulang ke Kalabahi per Februari 2004.
Selain moko nekara yang ditempatkan di tengah-tengah museum, di sekitarnya dipajang pula secara berderet 23 moko ukuran kecil, setinggi tiga atau empat jengkal orang dewasa. Misalnya, ada moko "pung lima anak panah" yang biasanya digunakan sebagai mas kawin dalam budaya Pantar. Ada moko jawa telinga utuh cap bintang dan cap satu bunga, ada moko belektaha cap bengkarung, ada moko malayfana palili dari Alor Timur, moko makassar bunga kemiri tangan panjang, moko aimala kumis besar. Sisanya, antara lain, moko cap naga, bulan, paria, dan cap rupa-rupa simbol lainnya.
Hampir pasti tidak ada masyarakat adat di negeri ini yang mengoleksi moko dalam jumlah banyak seperti suku-suku di Alor. Dalam sejarah peradaban suku-suku di sini, moko digunakan sebagai belis, atau mahar, atau mas kawin. Hingga kini, adat menjadikan moko sebagai mahar masih terus berlangsung. Dalam masyarakat adat Pantar Barat, misalnya, kata Jeskiel, kalau yang meminang adalah anak raja atau keturunan raja, darah biru, tokoh terhormat di masyarakat, dan gadis yang dipinang pun demikian, mas kawinnya berupa belasan moko. "Moko adalah simbol kehormatan dan kesetiaan cinta," tutur Jeskiel.
Selain moko nekara yang ditempatkan di tengah-tengah museum, di sekitarnya dipajang pula secara berderet 23 moko ukuran kecil, setinggi tiga atau empat jengkal orang dewasa. Misalnya, ada moko "pung lima anak panah" yang biasanya digunakan sebagai mas kawin dalam budaya Pantar. Ada moko jawa telinga utuh cap bintang dan cap satu bunga, ada moko belektaha cap bengkarung, ada moko malayfana palili dari Alor Timur, moko makassar bunga kemiri tangan panjang, moko aimala kumis besar. Sisanya, antara lain, moko cap naga, bulan, paria, dan cap rupa-rupa simbol lainnya.
Hampir pasti tidak ada masyarakat adat di negeri ini yang mengoleksi moko dalam jumlah banyak seperti suku-suku di Alor. Dalam sejarah peradaban suku-suku di sini, moko digunakan sebagai belis, atau mahar, atau mas kawin. Hingga kini, adat menjadikan moko sebagai mahar masih terus berlangsung. Dalam masyarakat adat Pantar Barat, misalnya, kata Jeskiel, kalau yang meminang adalah anak raja atau keturunan raja, darah biru, tokoh terhormat di masyarakat, dan gadis yang dipinang pun demikian, mas kawinnya berupa belasan moko. "Moko adalah simbol kehormatan dan kesetiaan cinta," tutur Jeskiel.
SAMPAI
saat ini masih banyak suku yang menyimpang moko itu untuk kepentingan
adat perkawinan. Namun, karena sudah banyak juga yang dibawa ke luar
dari Alor oleh para pemburu barang antik, terutama ke Denpasar dan luar
negeri, diperkirakan hanya suku-suku tertentu yang memiliki.
Lima wilayah potensial yang menyimpan moko ialah Alor Timur, Alor Selatan, Alor Barat Daya, Alor Barat Laut, dan Pantar. Klan atau suku yang masih menetapkan mas kawin dengan moko misalnya Suku Darang (Raja), Tawaka, Kalondama, Kawali, dan Balomasali. Tinggi rendahnya status sosial dinilai oleh banyaknya moko yang disanggupi saat membayar mas kawin. Seorang anak keturunan raja ketika ditetapkan membayar, misalnya, 10 moko, tetapi kenyataannya menyanggupi lima buah dan selebihnya disubstitusikan dengan uang akan berbeda penilaiannya.
Lima wilayah potensial yang menyimpan moko ialah Alor Timur, Alor Selatan, Alor Barat Daya, Alor Barat Laut, dan Pantar. Klan atau suku yang masih menetapkan mas kawin dengan moko misalnya Suku Darang (Raja), Tawaka, Kalondama, Kawali, dan Balomasali. Tinggi rendahnya status sosial dinilai oleh banyaknya moko yang disanggupi saat membayar mas kawin. Seorang anak keturunan raja ketika ditetapkan membayar, misalnya, 10 moko, tetapi kenyataannya menyanggupi lima buah dan selebihnya disubstitusikan dengan uang akan berbeda penilaiannya.
Kata Jeskiel, moko memang diwajibkan sebagai mas kawin. Namun, kini sudah ada keputusan para tetua adat di Alor, paling tinggi hanya dua moko yang diwajibkan untuk dipenuhi seorang pria sebagai mas kawin. Tidak boleh kurang, boleh lebih, tetapi tidak diwajibkan untuk lebih dari dua moko. Sebenarnya, keputusan itu dapat menguntungkan Museum Seribu Moko jika gesit memburunya ke berbagai wilayah. Hal itu agar warga yang menyimpan lebih dari dua atau tiga moko dapat menyerahkan kelebihannya itu kepada museum moko karena dikhawatirkan akan diselundupkan ke luar daerah. Moko penting karena merefleksikan jalinan asmara, ikatan cinta antara seorang pemuda dan gadis dari berbagai suku di Alor. Jika ingin mendalami adat perkawinan Alor, saksikan moko di museum
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: BUDAYA ALOR
Ditulis oleh ictcentersmkalor
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://ictcentersmkalor.blogspot.com/2013/03/budaya-alor.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh ictcentersmkalor
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar